SumOleh: Dr Muhammad Hariyadi, MA
Asal muasal
penikahan adalah kebahagiaan. Hal itu karena dua orang yang menikah
berarti telah memenuhi fitrah kemanusiaannya dengan menjalin hubungan
biologis, fisik dan rohani bersama pasangannya.
Dengan kata
lain, mereka yang telah menikah berarti telah memenuhi hukum alam
(sunnatullah) sebagai manusia. Allah SWT berfirman, "Dan di antara
tanda-tanda (kebesaran)Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan
untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya…” (QS. Ar-Rum: 21).
Kedua, nikah merupakan pelestarian
sunah Rasulullah SAW. Dan barang siapa melestarikan sunahnya berarti ia
masuk dalam golongannya, dan barang siapa yang tidak melakukannya tidak
masuk dalam golongannya.
Rasulullah SAW bersabda, "Nikah
merupakan sunahku, dan barang siapa membenci sunahku berarti ia tidak
masuk dalam golonganku." (HR. Muslim).
Nikah menjadi sunah
Rasulullah SAW karena pernikahan bertujuan memperbanyak keturunan. Maka
bagaimana mungkin memakmurkan dan meramaikan kehidupan di bumi demi
kemaslahatan bersama, jika cara memperbanyak keturunan dengan jalan yang
bukan melalui pernikahan?
Ketiga, mereka yang telah menikah
diberkahi Allah SWT dan akan diberikan kemampuan melalui karunia-Nya.
Allah SWT berfirman, "Dan nikahilah orang-orang yang masih membujang di
antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba
sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan
memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas
(pemberian-Nya), maha Mengetahui." (QS. An-Nur: 32).
Keempat,
mereka yang telah menikah berarti telah menyempurnakan separuh dari
agamanya karena memiliki tanggung jawab keluarga, bukan sekedar tanggung
jawab sendiri seperti sebelumnya.
Rumah tangga dalam konteks
ini merupakan komunitas terkecil dalam suatu masyarakat yang memiliki
fungsi penting dan vital bagi kehidupan bersama. Allah SWT berfirman,
"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu." (QS. At-Tahrim:
6).
Namun mengapa kadang-kadang pernikahan hanya seumur jagung?
Mengapa pula kebahagiaan nikah hanya sebatas pada resepsi pernikahan?
Mengapa percekcokan dan pertengkaran kerap mewarnai kehidupan rumah
tangga?
Rasulullah SAW menjelaskan kepada kita empat kriteria
yang menjadi sebab dan kecenderungan terjadinya pernikahan serta
mengajarkan untuk mengutamakan satu dari empat kriteria tersebut, namun
kita terkadang tidak mengindahkannya.
Rasulullah SAW bersabda,
"Perempuan dinikahi karena empat perkara: hartanya, garis keturunannya,
kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah yang memiliki pengetahuan
agama yang baik, yang akan member keselamatan kepadamu."
Kedua,
intervensi pihak lain dari mana pun asalnya tidak jarang menjadi
penyebab retaknya rumah tangga. Biarkanlah suami-istri melakukan
adaptasi, mengatasi masalah dengan caranya sendiri, membangun
kebersamaan dalam suka dan duka, niscaya mereka akan menemukan
solusi-solusi baru dalam memecahkan permasalahan yang ada.
Ketiga,
berusaha untuk saling mencintai dan menyayangi, menghormati dan
mengalah, menjaga perasaan dan memuji, serta sikap-sikap mulia lainnya
merupakan beberapa sikap yang dicontohkan Rasulullah SAW dalam menjadi
kelanggengan kehidupan rumah tangga.
Demikianlah, pernikahan
yang harusnya melahirkan kebahagiaan demi kebahagiaan, bukan kesedihan
demi kesedihan karena ia berarti berjalan di atas fitrah kemanusiaan dan
memenuhi perintah Tuhan. Wallahu a'lam.
Sumber
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment