Setiap kejadian itu tidak timbul begitu saja tanpa ada sebab yang kemudian timbul akibat dari sebab tersebut.
Contoh : A menyuruh B untuk membelikan satu buah air mineral. B membeli air mineral itu dari kedai C, dan membayarnya dengan uang besar. Akan tetapi C tidak ada uang kecil untuk kembaliannya, kemudian menyuruh D untuk menukar uang besar dengan uang kecil pada kedai E yang ada di seberang jalan. Setelah D menukar uang kemudian menyeberang jalan lagi dan terserembet oleh mobil F hingga luka-luka ringan. Karena luka itu D pergi ke dokter untuk berobat. Oleh dokter D diberikan suntikan, tetapi malang sekali obat suntikan itu salah mengakibatkan D mati.
Dari contoh di atas,
perbuatan atau keadaan manakah yang telah mengakibatkan matinya D. untuk
menjawab pertanyaan ini ada beberapa teori sebab akibat menurut para Sarjana
Hukum yaitu :
1). Teori conditio sine qua non
Teori ini pertama kali dicetuskan pada tahun 1873
oleh Von Buri, ahli hukum dari Jerman. Beliau mengatakan bahwa
tiap-tiap syarat yang menjadi penyebab suatu akibat yang tidak dapat
dihilangkan (weggedacht) ) dari rangkaian faktor-faktor yang
menimbulkan akibat harus dianggap “causa” (akibat). Tiap faktor tidak diberi
nilai, jika dapat dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor penyebab serta tidak
ada hubungan kausal dengan akibat yang timbul. Tiap factor diberi nilai, jika
tidak dapat dihilangkan (niet weggedacht) dari rangkaian faktor-faktor
penyebab serta memiliki hubungan kausal dengan timbulnya akibat.
Teori conditio sine qua non disebut juga
teori equivalen (equivalent theorie), karena tiap factor yang tidak dapat
dhilangkan diberi nilai sama dan sederajat, dengan demikian teori Von Buri
ini menerima beberapa sebab (meervoudige causa) ).
Sebutan lain dari teori Von Buri ini
adalah “bedingungs theorie” (teori syarat ), disebut demikian karena
dalam teori ini antara syarat (bedingung) dengan sebab (causa) tidak ada
perbedaan.
Dalam perkembangan teori Von Buri
banyak menimbulkan kontra dari para ahli hukum, sebab teorinya dianggap kurang
memperhatikan hal-hal yang sifatnya kebetulan terjadi ). Selain itu teori ini
pun tidak digunakan dalam hukum pidana karena dianggap sangat memperluas dasar
pertanggungjawaban (strafrechtelijke aansprakelijheid) .
Van Hamel adalah satu penganut teori
Von Buri. Menurut Von Hamel teori conditio sine qua non adalah
satu-satunya teori yang secara logis dapat dipertahankan. Teori conditio sine
qua non “baik” untuk digunakan dalam hukum pidana, asal saja didampingi atau
dilengkapi dengan teori tentang kesalahan (schuldleer) yang dapat
mengkorigir dan meregulirnya ). Teori Van Hamel disebut “teori sebab
akibat yang mutlak” (absolute causaliteitsleer) ). .) teori
yang d ikemukakan Van Hamel yaitu Tindak pidana merupakan
kelakuan orang yang dirumuskan dalam undang-undang (wet), yang bersifat melawan
hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Jadi perbuatan itu
merupakan perbuatan yang bersifat dapat dihukum dan dilakukan dengan kesalahan.
2). Teori der meist wirksame bedingung
Teori ini berasal dari Birkmeyer. Teori
ini mencari syarat manakah yang dalam keadaan tertentu yang paling banyak
berperan untuk terjadinya akibat (meist wirksame) diantara rangkaian
syarat-syarat yang tidak dapat dihilangkan untuk timbulnya akibat. Jadi, teori
ini mencari syarat yang paling berpengaruh diantara syarat-syarat lain yang
diberi nilai.
Teori ini mengalami kesulitan untuk menjawab
permasalahan yang muncul yakni, bagaiman cara menentukan syarat yang paling
berpengaruh itu sendiri atau dengan kata lain bagaimana mengukur kekuatan suatu
syarat untuk menentukan mana yang paling kuat, yang paling membantu pada
timbulnya akibat) . Apalagi jika syarat-syarat itu tidak sejenis) .
3).Teori gleichewicht atau uebergewicht
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Karl
Binding, teori ini mengatakan bahwa musabab adalah syarat yang mengadakan
ketentuan terhadap syarat positif untuk melebihi syarat-syarat negative) .
Menurut Binding, semua syarat-syarat yang menimbulkan akibat adalah sebab, ini
menunjukkan bahwa ada persamaan antara teori ini dengan teori conditio sine qua
non.
4). Teori die art des werden
Teori ini dikemukakan oleh Kohler, yang
menyatakan bahwa sebab adalah syarat yang menurut sifatnya (art) menimbulkan
akibat. Ajaran ini merupakan variasi dari ajaran Birkmeyer) . Syarat-syarat
yang menimbulkan akibat tersebut jika memiliki nilai yang hampir sama akan
sulit untuk menentukan syarat mana yang menimbulkan akibat.
5). Teori Letze Bedingung
Dikemukakan oleh Ortman, menyatakan
bahwa factor yang terakhir yang mematahkan keseimbanganlah yang merupakan
factor, atau menggunakan istilah Sofyan Sastrawidjaja bahwa sebab adalah syarat
penghabisan yang menghilangkan keseimbangan antara syarat positif dengan syarat
negative, sehingga akhirnya syarat positiflah yang menentukan.
6). Teori Adequate (keseimbangan)
Dikemukakan oleh Von Kries. Dilihat dari
artinya, jika dihubungkan dengan delik, maka perbuatan harus memiliki
keseimbangan dengan akibat yang sebelumnya dapat diketahui, setidak-tidaknya dapat
diramalkan dengan pasti oleh pembuat.
Teori ini disebut “teori generaliserend yang
subjektif adaequaat”, oleh karenanya Von Kries berpendapat bahwa
yang menjadi sebab dari rangkaian faktor-faktor yang berhubungan dengan
terwujudnya delik, hanya satu sebab saja yang dapat diterima, yakni yang
sebelumnya telah dapat diketahui oleh pembuat) .
7). Teori objective nachtraglicher prognose (teori keseimbangan yang
objektif)
Teori ini dikemukakan oleh Rumelin, yang
menyatakan bahwa yang menjadi sebab atau akibat, ialah factor objektif yang
ditentukan dari rangkaian faktor-faktor yang berkaitan dengan terwujudnya
delik, setelah delik terjadi.
Tolak ukur teori ini adalah menetapkan harus
timbul suatu akibat. Jadi, walau bagaimanpun akibat harus tetap terjadi dengan
cara mengingat keadaan-keadaan objektif setelah terjadinya delik, ini merupakan
tolak ukur logis yang dicapai melalui perhitungan yang normal.
- Locus Delicti dan Tempus Delicti
Mempelajari tempat dan waktu dilakukannya suatu
tindak pidana sebenarnya berhubungan dengan hukum acara pidana. Locus delicti/
tempat dilakukan tindak pidana yaitu untuk menentukan hukum mana atau
pengadilan mana yang berwenang mengadili. sedangkan tempus delicti /
waktu dilakukan tindak pidana ialah waktu memberlakukan hukum pidana yang
mana, yang baru atau yang lama yang harus diperlukan.
Hal ini berhubungan dengan kemungkinan
perubahan perundang-undangan mengenai tempus delicti.. dapat dihubungkan dengan
pasal 1 ayat (1) KUHP. hukum pidana berlaku ke depan tidak boleh berlaku surut
( Non Retro Aktif). Asas ini Retro aktif tidak mutlak berlaku karena ada
ketentua dalam pasal 1 ayat (2) KUHP. contoh : peraturan lama ancaman
hukuman lima tahun, sedangkan peraturan baru ancaman hukuman tiga tahun.
8). Teori adequate menurut Traeger
Menurut Traeger, akibat delik haruslah
in het algemeen voorzienbaar artinya pada umumnya dapat disadari sebagai
sesuatu yang mungkin sekali dapat terjadi. Van Bemmelen mengomentari teori ini
bahwa yang dimaksud dengan in het algemeen voorzienbaar ialah een
hoge mate van waarschijnlijkheid yang artinya, disadari sebagai sesuatu
yang sangat mungkin dapat terjadi.
9). Teori Relevantie
Dikemukakan oleh Mezger. Menurut teori
ini dalam menentukan hubungan sebab akibat tidak mengadakan pembedaan antara
syarat dengan sebab, melainkan dimulai dengan menafsirkan rumusan tindak pidana
yang memuat akibat yang dilarang itu dicoba menemukan perbuatan manakah kiranya
yang dimaksud pada waktu undang-undang itu dibuat. Jadi, pemilihan dari
syarat-syarat yang relevan itu berdasarkan kepada apa yang dirumuskan dalam
undang-undang.
10). Teori perdata
Teori ini berdasarkan Pasal 1247 dan 1248 KUHP
Perdata (BW),yang menyatakan bahwa “pertanggungjawaban “ hanya ada, apabila
akibat yang timbul itu mempunyai akibat yang langsung dan rapat sekali dengan
perbuatan-perbuatan yang terdahulu atau dapat dibayangkan lebih dahulu. Teori
ini boleh dikatakan sama dengan teori adequate dari Von Kries. Beberapa sarjana
hukum berpendapat bahwa teori perdata ini dapat juga dipergunakan dalam hukum
pidana.
Tindak pidana yaitu kelakuan yang dapat diancam dengan pidana, bersifat
melawan hukum, behubungan dengan melakukan kesalahan, dan dilakukan oleh orang
yang mampu bertanggung jawab.Straftbar feit berisikan:
a. perbuatab bertentangan atau dilarang oleh hukum
b. diancam dengan hukuman
c. dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggung jawabkan dengan demikian dapat dipersalahkan
11) Prof. Moeljatno S.H
Ia menggunakan istilah perbuatan tindak pidana. Yaitu
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan tersebut disertai
sanksi atau hukuman, yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang
melanggar larangan tersebut. Larangan ditujukan kepada perbuatannya. Suatu
keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang. Sedangkan ancaman
pidana ditujukan pada orang yang menimbulkan kejadian itu.
Memisahkan antara perbuatan dan pertanggung
jawaban, perbuatan menunjuk pada adanya kejadian tertentu dan adanya orang yang
berbuat yang menimbulkan adanya kejadian itu. Tindak pidana merupakan perbuatan
baik yang aktif atau pasif yang dilarang dan diancam hukuman apabila dilanggar.
-Contoh perbuatan pasif : pasal 164, 242, 522
KUHP
-Perbuatan aktif : pasal 338, 362, 351, 340, 406 KUHP– Dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu pebuatan akan menjadi suatu tindak pidana apabila perbuatan itu :
1) melanggar hukum
2) merugikan masyarakat
3) dilarang oleh undang-undang
4) pelakunya diancam dengan pidana
bagus ya..