Thursday, June 28, 2012

Shalat Tarawih 11 atau 23 Rakaat?


Dari Abu Salamah bin ‘Abdirrahman, dia mengabarkan bahwa dia pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Bagaimana shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan?”. ‘Aisyah mengatakan,

مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah jumlah raka’at dalam shalat malam di bulan Ramadhan dan tidak pula dalam shalat lainnya lebih dari 11 raka’at.” (HR. Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738) 
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau menuturkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami di bulan Ramadhan sebanyak 8 raka’at lalu beliau berwitir. Pada malam berikutnya, kami pun berkumpul di masjid sambil berharap beliau akan keluar. Kami terus menantikan beliau di situ hingga datang waktu fajar. Kemudian kami menemui beliau dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami menunggumu tadi malam, dengan harapan engkau akan shalat bersama kami.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sesungguhnya aku khawatir kalau akhirnya shalat tersebut menjadi wajib bagimu.” (HR. Ath Thabrani, Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa derajat hadits ini hasan. Lihat Shalat At Tarawih, hal. 21) 
As Suyuthi mengatakan, “Telah ada beberapa hadits shahih dan juga hasan mengenai perintah untuk melaksanakan qiyamul lail di bulan Ramadhan dan ada pula dorongan untuk melakukannya tanpa dibatasi dengan jumlah raka’at tertentu. Dan tidak ada hadits shahih yang mengatakan bahwa jumlah raka’at tarawih yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah 20 raka’at. Yang dilakukan oleh beliau adalah beliau shalat beberapa malam namun tidak disebutkan batasan jumlah raka’atnya. Kemudian beliau pada malam keempat tidak melakukannya agar orang-orang tidak menyangka bahwa shalat tarawih adalah wajib.” 
Ibnu Hajar Al Haitsamiy mengatakan, “Tidak ada satu hadits shahih pun yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat tarawih 20 raka’at. Adapun hadits yang mengatakan “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat (tarawih) 20 raka’at”, ini adalah hadits yang sangat-sangat lemah.” (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Quwaitiyyah, 2/9635) 
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Adapun yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari hadits Ibnu ‘Abbas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di bulan Ramadhan 20 raka’at ditambah witir, sanad hadits itu adalah dho’if. Hadits ‘Aisyah yang mengatakan bahwa shalat Nabi tidak lebih dari 11 raka’at juga bertentangan dengan hadits Ibnu Abi Syaibah ini. Padahal ‘Aisyah sendiri lebih mengetahui seluk-beluk kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu malam daripada yang lainnya. Wallahu a’lam.” (Fathul Bari, 6/295)


Jumlah Raka’at Shalat Tarawih yang Dianjurkan
Jumlah raka’at shalat tarawih yang dianjurkan adalah tidak lebih dari 11 atau 13 raka’at. Inilah yang dipilih oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits yang telah lewat.
‘Aisyah mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah jumlah raka’at dalam shalat malam di bulan Ramadhan dan tidak pula dalam shalat lainnya lebih dari 11 raka’at.” (HR. Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738)
Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata,
كَانَ صَلاَةُ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً . يَعْنِى بِاللَّيْلِ
Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di malam hari adalah 13 raka’at.” (HR. Bukhari no. 1138 dan Muslim no. 764). Sebagian ulama mengatakan bahwa shalat malam yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah 11 raka’at. Adapun dua raka’at lainnya adalah dua raka’at ringan yang dikerjakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pembuka melaksanakan shalat malam, sebagaimana hal ini dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (4/123, Asy Syamilah).
Bolehkah Menambah Raka’at Shalat Tarawih Lebih dari 11 Raka’at?
Mayoritas ulama terdahulu dan ulama belakangan, mengatakan  bahwa boleh menambah raka’at dari yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan, “Sesungguhnya shalat malam tidak memiliki batasan jumlah raka’at tertentu. Shalat malam adalah shalat nafilah (yang dianjurkan), termasuk amalan dan perbuatan baik. Siapa saja boleh mengerjakan sedikit raka’at. Siapa yang mau juga boleh mengerjakan banyak.” (At Tamhid, 21/70)
Yang membenarkan pendapat ini adalah dalil-dalil berikut.
Pertama, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ
Shalat malam adalah dua raka’at dua raka’at. Jika engkau khawatir masuk waktu shubuh, lakukanlah shalat witir satu raka’at.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فَأَعِنِّى عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ
Bantulah aku (untuk mewujudkan cita-citamu) dengan memperbanyak sujud (shalat).” (HR. Muslim no. 489)
Ketiga, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فَإِنَّكَ لاَ تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلاَّ رَفَعَكَ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً
Sesungguhnya engkau tidaklah melakukan sekali sujud kepada Allah melainkan Allah akan meninggikan satu derajat bagimu dan menghapus satu kesalahanmu.” (HR. Muslim no. 488)
Dari dalil-dalil di atas menunjukkan beberapa hal:
Keempat, Pilihan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memilih shalat tarawih dengan 11 atau 13 raka’at ini bukanlah pengkhususan dari tiga dalil di atas.
Alasan pertama, perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mengkhususkan ucapan beliau sendiri, sebagaimana hal ini telah diketahui dalam ilmu ushul.
Alasan kedua, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah melarang menambah lebih dari 11 raka’at. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Shalat malam di bulan Ramadhan tidaklah dibatasi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan bilangan tertentu. Yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah beliau tidak menambah di bulan Ramadhan atau bulan lainnya lebih dari 13 raka’at, akan tetapi shalat tersebut dilakukan dengan raka’at yang panjang. ... Barangsiapa yang mengira bahwa shalat malam di bulan Ramadhan memiliki bilangan raka’at tertentu yang ditetapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak boleh ditambahi atau dikurangi dari jumlah raka’at yang beliau lakukan, sungguh dia telah keliru.” (Majmu’ Al Fatawa, 22/272)
Alasan ketiga, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan para sahabat untuk melaksanakan shalat malam dengan 11 raka’at. Seandainya hal ini diperintahkan tentu saja beliau akan memerintahkan sahabat untuk melaksanakan shalat 11 raka’at, namun tidak ada satu orang pun yang mengatakan demikian. Oleh karena itu, tidaklah tepat mengkhususkan dalil yang bersifat umum yang telah disebutkan di atas. Dalam ushul telah diketahui bahwa dalil yang bersifat umum tidaklah dikhususkan dengan dalil yang bersifat khusus kecuali jika ada pertentangan.
Kelima, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan shalat malam dengan bacaan yang panjang dalam setiap raka’at. Di zaman setelah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang-orang begitu berat jika melakukan satu raka’at begitu lama. Akhirnya, ‘Umar memiliki inisiatif agar shalat tarawih dikerjakan dua puluh raka’at agar bisa lebih lama menghidupkan malam Ramadhan, namun dengan bacaan yang ringan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Tatkala ‘Umar mengumpulkan manusia dan Ubay bin Ka’ab sebagai imam, dia melakukan shalat sebanyak 20 raka’at kemudian melaksanakan witir sebanyak tiga raka’at. Namun ketika itu bacaan setiap raka’at lebih ringan dengan diganti raka’at yang ditambah. Karena melakukan semacam ini lebih ringan bagi makmum daripada melakukan satu raka’at dengan bacaan yang begitu panjang.” (Majmu’ Al Fatawa, 22/272)
Keenam, telah terdapat dalil yang shahih bahwa ‘Umar bin Al Khottob pernah mengumpulkan manusia untuk melaksanakan shalat tarawih, Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad Daari ditunjuk sebagai imam. Ketika itu mereka melakukan shalat tarawih sebanyak 21 raka’at. Mereka membaca dalam shalat tersebut ratusan ayat dan shalatnya berakhir ketika mendekati waktu shubuh. (Diriwayatkan oleh ‘Abdur Razaq no. 7730, Ibnul Ja’di no. 2926, Al Baihaqi 2/496. Sanad hadits ini shahih. Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/416)
Begitu juga terdapat dalil yang menunjukkan bahwa mereka melakukan shalat tarawih sebanyak 11 raka’at. Dari As Saa-ib bin Yazid, beliau mengatakan bahwa ‘Umar bin Al Khottob memerintah Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad Daariy untuk melaksanakan shalat tarawih sebanyak 11 raka’at. As Saa-ib mengatakan, “Imam membaca ratusan ayat, sampai-sampai kami bersandar pada tongkat karena saking lamanya. Kami selesai hampir shubuh.” (HR. Malik dalam Al Muqatho’, 1/137, no. 248. Sanadnya shahih. Lihat Shahih Fiqih Sunnah 1/418)
Berbagai Pendapat Mengenai Jumlah Raka’at Shalat Tarawih
Jadi, shalat tarawih 11 atau 13 raka’at yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah pembatasan. Sehingga para ulama dalam pembatasan jumlah raka’at shalat tarawih ada beberapa pendapat.
Pendapat pertama, yang membatasi hanya sebelas raka’at. Alasannya karena inilah yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah pendapat Syaikh Al Albani dalam kitab beliau Shalatut Tarawaih.
Pendapat kedua, shalat tarawih adalah 20 raka’at (belum termasuk witir). Inilah pendapat mayoritas ulama semacam Ats Tsauri, Al Mubarok, Asy Syafi’i, Ash-haabur Ro’yi, juga diriwayatkan dari ‘Umar, ‘Ali dan sahabat lainnya. Bahkan pendapat ini adalah kesepakatan (ijma’) para sahabat.
Al Kasaani mengatakan, “’Umar mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan qiyam Ramadhan lalu diimami oleh Ubay bin Ka’ab radhiyallahu Ta’ala ‘anhu. Lalu shalat tersebut dilaksanakan 20 raka’at. Tidak ada seorang pun yang mengingkarinya sehingga pendapat ini menjadi ijma’ atau kesepakatan para sahabat.”
Ad Dasuuqiy dan lainnya mengatakan, “Shalat tarawih dengan 20 raka’at inilah yang menjadi amalan para sahabat dan tabi’in.”
Ibnu ‘Abidin mengatakan, “Shalat tarawih dengan 20 raka’at inilah yang dilakukan di timur dan barat.”
‘Ali As Sanhuriy mengatakan, “Jumlah 20 raka’at inilah yang menjadi amalan manusia dan terus menerus dilakukan hingga sekarang ini di berbagai negeri.”
Al Hanabilah mengatakan, “Shalat tarawih 20 raka’at inilah yang dilakukan dan dihadiri banyak sahabat. Sehingga hal ini menjadi ijma’ atau kesepakatan sahabat. Dalil yang menunjukkan hal ini amatlah banyak.” (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/9636)
Pendapat ketiga, shalat tarawih adalah 39 raka’at dan sudah termasuk witir. Inilah pendapat Imam Malik. Beliau memiliki dalil dari riwayat Daud bin Qois, dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan riwayatnya shahih. (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/419)
Pendapat keempat, shalat tarawih adalah 40 raka’at dan belum termasuk witir. Sebagaimana hal ini dilakukan oleh ‘Abdurrahman bin Al Aswad shalat malam sebanyak 40 raka’at dan beliau witir 7 raka’at. Bahkan Imam Ahmad bin Hambal melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan tanpa batasan bilangan sebagaimana dikatakan oleh ‘Abdullah. (Lihat Kasyaful Qona’ ‘an Matnil Iqna’, 3/267)
Kesimpulan dari pendapat-pendapat yang ada adalah sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,
“Semua jumlah raka’at di atas boleh dilakukan. Melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan dengan berbagai macam cara tadi itu sangat bagus. Dan memang lebih utama adalah melaksanakan shalat malam sesuai dengan kondisi para jama’ah. Kalau jama’ah kemungkinan senang dengan raka’at-raka’at yang panjang, maka lebih bagus melakukan shalat malam dengan 10 raka’at ditambah dengan witir 3 raka’at, sebagaimana hal ini dipraktekkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri di bulan Ramdhan dan bulan lainnya. Dalam kondisi seperti itu, demikianlah yang terbaik.
Namun apabila para jama’ah tidak mampu melaksanakan raka’at-raka’at yang panjang, maka melaksanakan shalat malam dengan 20 raka’at itulah yang lebih utama. Seperti inilah yang banyak dipraktekkan oleh banyak ulama. Shalat malam dengan 20 raka’at adalah jalan pertengahan antara jumlah raka’at shalat malam yang sepuluh dan yang empat puluh. Kalaupun seseorang melaksanakan shalat malam dengan 40 raka’at atau lebih, itu juga diperbolehkan dan tidak dikatakan makruh sedikitpun. Bahkan para ulama juga telah menegaskan dibolehkannya hal ini semisal Imam Ahmad dan ulama lainnya.
Oleh karena itu, barangsiapa yang menyangka bahwa shalat malam di bulan Ramadhan memiliki batasan bilangan tertentu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga tidak boleh lebih atau kurang dari 11 raka’at, maka sungguh dia telah keliru.” (Majmu’ Al Fatawa, 22/272)
Dari penjelasan di atas kami katakan, hendaknya setiap muslim bersikap arif dan bijak dalam menyikapi permasalahan ini.  Sungguh tidak tepatlah kelakuan sebagian saudara kami yang berpisah dari jama’ah shalat tarawih setelah melaksanakan shalat 8 atau 10 raka’at karena mungkin dia tidak mau mengikuti imam yang melaksanakan shalat 23 raka’at atau dia sendiri ingin melaksanakan shalat 23 raka’at di rumah.
Orang yang keluar dari jama’ah sebelum imam menutup shalatnya dengan witir juga telah meninggalkan pahala yang sangat besar. Karena jama’ah yang mengerjakan shalat bersama imam hingga imam selesai –baik imam melaksanakan 11 atau 23 raka’at- akan memperoleh pahala shalat seperti shalat semalam penuh. “Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi. Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ 447 mengatakan bahwa hadits ini shahih). Semoga Allah memafkan kami dan juga mereka.
Yang Paling Bagus adalah Yang Panjang Bacaannya
Setelah penjelasan di atas, tidak ada masalah untuk mengerjakan shalat 11 atau 23 raka’at. Namun yang terbaik adalah yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun berdirinya agak lama. Dan boleh juga melakukan shalat tarawih dengan 23 raka’at dengan berdiri yang lebih ringan sebagaimana banyak dipilih oleh mayoritas ulama.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصَّلاَةِ طُولُ الْقُنُوتِ
Sebaik-baik shalat adalah yang lama berdirinya.” (HR. Muslim no. 756)
Dari Abu Hurairah, beliau berkata,
عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ نَهَى أَنْ يُصَلِّىَ الرَّجُلُ مُخْتَصِرًا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang shalat mukhtashiron.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ibnu Hajar –rahimahullah- membawakan hadits  di atas dalam kitab beliau Bulughul Marom, Bab “Dorongan agar khusu’ dalam shalat.” Sebagian ulama menafsirkan ikhtishor (mukhtashiron) dalam hadits di atas adalah shalat yang ringkas (terburu-buru), tidak ada thuma’ninah ketika membaca surat, ruku’  dan sujud. (Lihat Syarh Bulughul Marom, Syaikh ‘Athiyah Muhammad Salim, 49/3, Asy Syamilah)
Oleh karena itu, tidak tepat jika shalat 23 raka’at dilakukan dengan kebut-kebutan, bacaan Al Fatihah pun kadang dibaca dengan satu nafas. Bahkan kadang pula shalat 23 raka’at yang dilakukan lebih cepat selesai dari yang 11 raka’at. Ini sungguh suatu kekeliruan. Seharusnya shalat tarawih dilakukan dengan penuh khusyu’ dan thuma’ninah, bukan dengan kebut-kebutan. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah.
***
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Cuplikan dari Buku Panduan Ramadhan
Sumber
»»  read more

Thursday, June 14, 2012

Membuat Text Berjalan Di Samping Favicon Blog

Saudara pernah melihat text berjalan di atas addres bar? tapi tidak tahu cara membuatnya. Contoh bisa anda lihat di atas, di samping gambar favicon bertuliskan “SELAMAT DATANG DI BLOG KU”. Anda berminat? Ikuti langkah langkah nya sebagai berikut::;>

 1.Login dulu bro
2.Setelah masuk halaman dasbor pilihlah rancangan
3.Pilih edit HTML dan jangan lupa centang kotak expand widget nya.
4.Tekan ( Ctrl+F ) lalu cari kode </head>
5.Setelah ketemu kodenya copas kode di bawah ini dan letak kan tepat di bawah nya:::>

  <script type="text/javascript">
//<![CDATA[
msg = " SELAMAT DATANG DI BLOG KU ";+ msg;pos = 0;
function scrollMSG() {
document.title = msg.substring(pos, msg.length) + msg.substring(0, pos); pos++;
if (pos > msg.length) pos = 0
window.setTimeout("scrollMSG()",150);
}
scrollMSG();
//]]>
</script>

6.Setelah itu coba pratinjau dahulu sebelum anda menyimpan nya.

»»  read more

Friday, June 8, 2012

Contoh-contoh perbedaan pendapat dalam masalah Furu’

Perbedaan pendapat dalam masalah furu’ adalah sesuatu yang tak dapat dihindari, karena berbagai sebab2 diantaranya :
  • Perbedaan dalam mengartikan bahasa, seperti kata quru’ dalam QS 2/228 secara bahasa memang bisa bermakna haidh bisa juga bermakna suci; 
  • Perbedaan dalam memahami hadits seperti membaca al-Fatihah dibelakang imam (apakah hadits yang melarang membaca dibelakang imam termasuk bacaan al-Fatihahnya atau bacaan suratnya saja yg dilarang); 
  • Perbedaan dalam memahami hadits seperti membaca al-Fatihah dibelakang imam (apakah hadits yang melarang membaca dibelakang imam termasuk bacaan al-Fatihahnya atau bacaan suratnya saja yg dilarang); 
  • Perbedaan dalam menilai derajat hadits seperti hadits “Air 2 qullah tidak mengandung najis” Imam Syafi’I menyatakan hadits ini shahih yang lainnya men-dha’if-kannya;
  • Perbedaan yang memang sudah ada dari sejak masa Nabi SAW, seperti memulai al-Fatihah dengan basmalah atau dengan hamdalah, perbedaan dalam do’a iftitah, ruku’, sujud, I’tidal, tasyahud, dsb


Contoh perbedaan furu’ lainnya diantaranya adalah (hanya diberikan sebagian contoh karena sangat banyaknya) :

  • Fardhu wudhu’ : Imam Syafi’I berpendapat ada 7 yaitu membasuh 5 anggota wudhu’, niat dan tartib (memulai dengan urutan sebagaimana dalam QS 5/6). Imam Ahmad menambahkan niat, tartib dan muwalah (bersambung, tidak ada jeda waktu). Imam Malik menambahkan niat, muwalah dan tadlik (menggosok).
  • Shalat Qashar : Menurut Abu Hanifah hukumnya fardhu ‘ain, menurut Malik sunnah mu’akkadah, menurut Ahmad sunnah dan menurut Syafi’I sunnah jika lebih dari 3 hari.
  • Shalat Jama’ : Menurut Abu Hanifah hanya boleh di Arafah dan Muzdalifah. Menurut Malik boleh dalam bepergian walaupun dekat dan dalam kondisi kuatir. Menurut Syafi’I boleh dalam bepergian dan hujan. Menurut Ahmad boleh dalam bepergian, sakit, menyusui, tua dan takut melarat.
  • Membaca al-Fatihah dibelakang Imam : Menurut Abu Hanifah makruh, menurut Syafi’I wajib, menurut Malik dan Ahmad makruh dalam shalat jahriyyah (shalat Shubuh, Maghrib dan ‘Isya) dan sunnah dalam shalat sirriyyah (shalat Dzuhur dan Ashar).

»»  read more

Pengertian Mazhab dan Pendirinya

Madzhab secara bahasa artinya jalan atau tempat berjalan. Secara istilah diartikan sebagai cara seorang mujtahid dalam mengambil (istinbath) dari dalil al-Qur’an ataupun al-hadits yang berbeda2 antara seorang mujtahid dengan mujtahid yang lainnya. 
Dalam fiqih Islam terdapat beberapa madzhab yang berbeda2 diantaranya yang terkenal ada 4 yaitu :
a. MADZHAB HANAFI : Dibangun oleh Imam Nu’man bin Tsabit (80-150 H) dari Kufah (Iraq), bergelar Abu Hanifah seorang tabi’in termasuk salah seorang perawi hadits : “Mencari ilmu fardhu atas setiap muslim” . Dasar2 madzhabnya : Al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma’, Qiyas dan Istihsan. Berkata Imam Syafi’I tentang beliau : “Semua manusia, dalam ilmu fiqih pasti membutuhkan Abu Hanifah”

b. MADZHAB MALIKI : Pendirinya adalah Imam Malik bin Anas (93-179 H) dari Madinah, pengarang kitab hadits al-Muwaththa’. Dasar2 madzhabnya : al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma’, Qiyas, perbuatan ulama Madinah, perkataan sahabat, istihsan, saddu dzarai’, mura’ah al-khilaf, istishab, mashalih mursalah dan syariat terdahulu. Berkata Imam Syafi’I tentang beliau : “Malik adalah guruku, darinya aku mendapatkan ilmu, dan ia adalah hujjah antara aku dengan Allah SWT kelak, dan tak seorangpun yang lebih kupercayai daripada beliau dan jika berbicara tentang para ulama, maka Malik adalah seperti bintang yang cahayanya paling terang.”

c. MADZHAB SYAFI’I : Dicetuskan oleh Imam Muhammad bin Idris as-Syafi’I al-Hasyimi (150-204 H), bergelar Abu Abdillah lahir di Palestina dan wafat di Mesir. Ayahnya wafat dalam jihad dan dibawa ke Mekkah oleh ibunya dalam usia 2 tahun, hafal al-Qur’an dalam usia 7 tahun, hafal hadits di usia 12 tahun dan 15 tahun sudah diizinkan berfatwa, lalu berguru pada Imam Malik dan menghafal kitab al-Muwaththa dalam 9 malam. Menulis fatwanya yang awal (madzhab al-Qadim) th 195 H, lalu pindah ke Mesir th 200 H dan menulis fatwanya yang berbeda (madzhab al-Jadid). Beliau mengarang kitab ar-Risalah dalam ilmu ushul fiqih, dan kitab al-Umm dalam ilmu fiqih. Dasar2 madzhabnya : Kitabullah, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Berkata Imam Ahmad tentang beliau : “Beliau adalah manusia yang paling menguasai Kitabullah dan Sunnah, tidaklah seorang yang mencoba memulai menulis tentang fiqih, kecuali Imam Syafi’I telah mendahuluinya.” Kata2 beliau yang sering diulang2nya kepada para pengikutnya adalah : “Jika kamu temukan hadits yang shahih maka itu menjadi madzhabku dan lemparkan pendapatku (yang menyalahi hadits shahih tsb - pen) kebelakang punggungmu.”

d. MADZHAB AHMAD : Dibangun oleh Imam Ahmad bin Hanbal asy-Syaibani (164-241 H), bergelar Abu Abdullah. Lahir dan wafat di Baghdad (Iraq). Sering bepergian mencari ilmu ke berbagai kota, seperti ke Kufah (Iraq), Bashrah (Iraq), Makkah, Madinah, Yaman, Syam (Maroko) dan Jazirah Arabia. Guru2nya mencapai lebih dari 100 orang, diantaranya Imam Syafi’I, menghafal hadits lebih dari 3 juta hadits berikut sanad (perawi) dan matan-(teks) nya, sehingga digelari Imam para ahli hadits dizamannya. Dasar2 madzhabnya : Kitabullah, as-Sunnah, perkataan sahabat, Ijma’, Qiyas, Istishab, Mashalih mursalah dan adz-Dzarai’. Berkata Imam Syafi’I tentang beliau : “Aku keluar dari Baghdad dan tidak seorangpun yang kutemui lebih pandai dan lebih taqwa dari Ahmad bin Hanbal.” Beliau telah mendapatkan cobaan luarbiasa, yaitu dipenjara dan dicambuk belasan tahun (19 tahun) karena menolak menyatakan bahwa al-Qur’an adalah makhluk (pendapat aliran Mu’tazilah) dimasa khalifah al-Ma’mun, al-Mu’tashim dan al-Watsiq. Tapi beliau bersabar sebagaimana kesabaran para Nabi, sampai ulama Ibnul Madani berkata : Allah SWT telah menyelamatkan Islam dari 2 fitnah besar melalui 2 orang (setelah Nabi Muhammad SAW), yaitu melalui Abubakar saat hari kemurtadan (sebagian besar ummat Islam murtad saat Nabi SAW wafat) dan melalui Ahmad bin Hanbal saat hari fitnah (fitnah al-Qur’an makhluk). Berkata seorang tokoh sufi Bisyr al-Hafiy : “Sungguh Ahmad bin Hanbal dalam hal kesabaran menanggung siksaan mencapai derajat para Nabi.” Beliau mengarang kitab al-Musnad dalam masalah hadits berisi sekitar 45.000 hadits.


Keempat ulama madzhab diatas adalah diantara ulama yang paling terkenal, selain mereka sebenarnya masih banyak yang lain walaupun tidak semasyhur mereka, diantaranya adalah Imam Daud bin Ali al-Asfihani adz-Dzahiri (202 –270 H) pendiri madzhab Dzahiriyyah yang kemudian dikembangkan oleh muridnya Imam Ali bin Said bin Hazm al-Andalusi (284 – 456 H) pengarang kitab al-Muhalla’ dalam masalah fiqih dan kitab al-Ihkam fi Ushulil Ahkam dalam masalah Ushul fiqih. Dasar2 madzhabnya : Mengamalkan dzahir (secara lahiriah) al-Qur’an dan as-Sunnah sepanjang tidak ada dalil yang bersifat bukan dzahir. Jika tidak ada dalil nash (al-Qur’an dan as-Sunnah), maka beliau mengambil ijma’ ulama (tapi harus ijma’ semua ulama), beliau juga mengambil ijma’ sahabat, jika tidak ada kesemuanya maka beliau mengambil istishab (yaitu bahwa asal segala sesuatu adalah boleh).

 
»»  read more

Fiqhul Ikhtilaf

Fiqih ikhtilaf adalah cabang ilmu fiqih yang mempelajari tentang perbedaan pendapat dikalangan para ulama dalam masalah2 furu’ (cabang syariat), sebab2nya, serta adab2 dalam berbeda pendapat. 
Ikhtilaf (Perbedaan) bisa dibedakan menjadi dua. 
Pertama, ikhtilaful qulub (perbedaan dan perselisihan hati) yang termasuk kategori tafarruq (perpecahan) dan oleh karenanya ia tertolak dan tidak ditolerir. Dan ini mencakup serta meliputi semua jenis perbedaan dan perselisihan yang terjadi antar ummat manusia, tanpa membedakan tingkatan, topik masalah, faktor penyebab, unsur pelaku, dan lain-lain. Yang jelas jika suatu perselisihan telah memasuki wilayah hati, sehingga memunculkan rasa kebencian, permusuhan, sikap wala’-bara’, dan semacamnya, maka berarti itu termasuk tafarruq (perpecahan) yang tertolak dan tidak ditolerir. 
Kedua, ikhtilaful ‘uqul wal afkar (perbedaan dan perselisihan dalam hal pemikiran dan pemahaman), yang masih bisa dibagi lagi menjadi dua:

  1. Ikhtilaf dalam masalah-masalah ushul (prinsip). Ini jelas termasuk kategori tafarruq atau iftiraq(perpecahan) dan oleh karenanya ia tertolak dan tidak ditolerir. Maka pembahasannya tidak termasuk dalam materi fiqhul ikhtilaf, melainkan dalam materi aqidah, yang biasa saya sebut dan istilahkan dengan fiqhul iftiraq (fiqih perpecahan). Dan perselisihan jenis inilah yang melahirkan kelompok-kelompok sempalan dan menyimpang di dalam Islam yang biasa dikenal dengan sebutan firaq daallah (firqah-firqah sesat) dan ahlul bida’ wal ahwaa’ (ahli bid’ah aqidah dan mengikut hawa nafsu), seperti Khawarij, Rawafidh (Syi’ah), Qadariyah (Mu’tazilah dan Jabriyah), Jahmiyah, Murji-ah, dan lain-lain.
  2. Ikhtilaf dalam masalah-masalah furu’ (cabang, non prinsip). Inilah perbedaan dan perselisihan yang secara umum termasuk kategori ikhtilafut tanawwu’ (perbedaan keragaman) yang diterima dan ditolerir, selama tidak berubah menjadi perbedaan dan perselisihan hati. Dan ikhtilaf jenis inilah yang menjadi bahasan utama dalam materi fiqhul ikhtilaf pada umumnya, dan dalam tulisan ini pada khususnya.
»»  read more

Thursday, June 7, 2012

Cara Memasang Meta Tag di Blog

Bagian terpenting dari blog adalah meta tag. Meta tag berfungsi untuk memberikan beberapa informasi tambahan kepada search engine, seperti keyword blog, diskripsi blog, dan lain-lain.
1. Pertama buka akun blogger, kemudian masuk ke Rancangan => Edit HTML
2. Kemudian hapus semua kode antara kode dan  
3. Kemudian ganti kode yang anda hapus tadi dengan kode berikut :


<b:if cond='data:blog.pageType == &quot;archive&quot;'><meta content='noindex' name='robots'/></b:if>

    <b:include data='blog' name='all-head-content'/>
    <b:if cond='data:blog.pageType == &quot;index&quot;'>
    <title><data:blog.pageTitle/></title>
    <b:else/>
    <title><data:blog.pageName/></title>
    </b:if>

<b:if cond='data:blog.url == data:blog.homepageUrl'>
<meta content='ISIKAN DENGAN DISKRIPSI' name='description'/>
</b:if>
<meta content='ISIKAN DENGAN KEYWORD' name='keywords'/>

<meta content='INDEX, FOLLOW' name='ROBOTS'/>
<meta content='ALL' name='SPIDERS'/>
<meta content='ALL' name='WEBCRAWLERS'/>
<meta content='NAMA ANDA' name='author'/>
<meta content='global' name='distribution'/>
<meta content='general' name='rating'/>
<meta content='blogger' name='generator'/>

<link expr:href='data:blog.url' rel='canonical'/> 

Isikan Diskripsi dengan diskripsi blog anda. nantinya diskripsi ini akan keluar ketika blog anda muncul dalam hasil pencarian search engine. Lalu masukkan keyword dengan keyword yang anda inginkan, pisahkan tiap-tiap keyword dengan koma, isi juga nama dengan nama anda. Lalu jika semua sudah anda isi, silahkan klik save template
»»  read more